Senin, 31 Desember 2012

Kutipan - Dwi Fatmawati

"Rasa sesak didada serasa tak terarah. Serasa menembus hingga sel terkecil. Sakit yang tiada batas. Berharap yang tak mungkin, just make broken."

"Entah kenapa suatu perbedaan terasa menyakitkan. Keadaan yang berbeda tak mengijinkan untuk bersatu."

"Sebenarnya aku telah bosan dengan ini. Hanya berharap kemudian menunggu kemudian tersakiti kemudian....entahlah terlalu banyak yang terjadi hingga aku lupa semua itu."

"Berkhayal itu indah. Apalagi mengkhayalkan sesuatu yang membuat kita melayang merasakan keindahan. Namun, jika khayalan itu pudar. Kita akan tersadar bahwa itu semua hanya khayal yang membawa kita pada rasa kesakitan."

"Entah apa, aku merasakan sesuatu sedang tertancap dihati. Sesuatu yang tak jelas. Namun membuat hati menjadi serpihan tajam yang melukai seluruh jiwa."

"Ketika seseorang mencintai yang lain. Ketika seseorang menyayangi yag lain. Ketika aku bukanlah yang terpenting. Ketika aku bagai sekarung sampah. Bagaikan guci terjatuh hingga hancur tak berbentuk. Seperti itulah hatiku."

"Kalau aku merindumu. Apakah kau juga begitu? Kurasa hanya malam yang tahu jawabnya."

"Tidakkah kau ingat dulu? Oh iya lupa. Folder diotakmu yang hanya ada aku sudah kau buang dan kau lupakan; s-e-l-a-m-a-n-y-a. Mungkin."

"Aku bagaikan pasir pantai yang kapan saja siap terhanyut oleh deburan ombakmu. Kemudian kau seret aku kedasar terdalam dan sulit bagiku untuk menemukan celah tuk keluar setelah kau siakan."

"Kamu? Meskipun aku berusaha mengikhlaskan, ketahuilah dari lubuk hati terdalam dari jauh aku memata-mataimu. Bisakah kau merasakannya? Kurasa tidak."

"Sadarlah. Sikapmu membuatku bimbang. Sikapmu terlalu semu. Bisakah kau tak mempermainkan sebuah hati? Sebuah rasa? Kau jantan! Lalu kenapa kau bersikap begitu?"

"Apa kau tahu? | Tidak. | Apa kau mengerti? | Mungkin. | Apa kau ingin tahu dan mengerti? | Terimakasih. Aku tak butuh itu. | Kenapa? | Karena aku seseorang yang berfikir dengan logika."

"Seperti yang aku alami. Pasti kau tak ingin mengalaminya. Sama denganku. Aku juga tak mau mengalami jalan takdir seperti ini."

"Menyakitkan berpura-pura. Menyakitkan mengenang masalalu. Menyakitkan terlanjur tegar. Menyakitkan membohongi perasaan. Menyakitkan. Melarakan. Menghempaskan. Hancur. Terbelah. Pecah. Berkeping-keping. Tanpa uluran tangan."

"Takkan pernah kulupa. Walau hanya sebentar. Kau lukiskan senyum kebahagiaanku."

"Aku hanya ingin kita lebih sekadar teman. Bukan juga sahabat. Entahlah kau menyebutnya apa. Aku hanya tak ingin jika kita telah berpacaran lalu setelah itu kita berpisah. Kata 'kita' berubah menjadi 'aku' dan 'kamu'."

"Tidak sepenuhnya aku berkata jujur kepadamu. Buat apa aku berkata jujur jika hanya diingat saat itu saja?Kurasa hal itu lebih menyakitkan daripada harus menunggumu selama ini."

"Memandangmu dari jauh kurasa hal yang tidak buruk. Lebih buruk lagi jika aku tak dapat melihatmu dari sisi manapun."

by: dwi fatmawati

Tidak ada komentar:

Posting Komentar