Minggu, 18 Januari 2015

Dia dalam kata sampai jumpa.

Kereta yang kau tunggu sudah datang. Tanpa membawa penumpang lain. Kereta itu datang untuk menepati janjinya. Mengajakmu berkeliling diatas relnya. Hanya kau dan dia dalam kereta itu. Lalu ketika perjalanan telah usai, ia akan mengucap 'sampai jumpa' kepadamu.
Pernahkah kau tahu apa makna dari 'sampai jumpa'? Pernahkah kau tahu kapan kau akan dijemput dengannya lagi? Pernakah kau tahu apa yang ia rencanakan setelah ia berkata seperti itu?
Sampai Jumpa yang sampai kapanpun kau tak mengetahui apa makna dibalik kata tersebut.
Sampai Jumpa yang tak pernah sampai kapapun berhasil kau jawab.
Sampai Jumpa yang mungkin bisa saja kau tak menjumpainya lagi.
Pernahkah kau merasa dalam sebuah ketakutan?
Pernahkah kau berharap ia mengucap janji lagi?
Kau pasti pernah merasakaannya. Begitu juga dengan aku-pemain dalam sebuah cerita yang ia hadirkan.
Kau pasti pernah berharap ia mengucap janji dihadapanmu dan pastinya kau juga berharap ia akan menepati janji itu seperti jani-janji yang sebelumnya. Janji yang berisikan sebuah harapan. Harapan untuk berjumpa lagi. Menghabiskan waktu dalam keretanya, berdua. Kau pasti mengharapkan itu bukan? Janji yang berbuah pada sebuah pertemuan. Tetapi bagaimana jika janji itu tak lagi memberikanmu sebuah harapan? Bagaimana jika janji-janji itu hanya memberikanmu ketakutan-ketakutan?
Ketakutan yang selalu membawamu pada keraguan. Ketakutanmu pada janjinya yang tak lagi berakhir dengan pertemuan, melainkan pengingkaran. Seperti ucapannya 'sampai jumpa'.
Sampai jumpa yang bisa berbuah pada pertemuan. Atau bahkan sampai jumpa yang membuatmu selalu menunggu diperon stasiun itu.
Bisakah ia tak membuatmu merasakan ketakutan itu? Bisakah ia membuatmu tidak secemas itu? Bisakah ia membuatmu percaya pada semua makna dalam 'sampai jumpa'-nya itu?