Senin, 16 Juni 2014

Why always you?

I have a story. Me. You. Him. His. As characters. It's all about felt.

Lama. Masih kenalkah aku dengan kata itu? Aku rasa kata itu tidak berpengaruh kepadaku, Pada akhirnya aku juga akan mengingatnya(lagi)dalam sebuah frame kumpulan masalalu. Mau berapa lama-mau seberapa lama intinya juga sama. Aku menyayangi dia. Entah dalam konteks apa, yang pasti aku menyayanginya. Aku tak pernah memaksakan dia harus bersamaku. Aku tak memaksakan diri untuk memilikinya. Akupun sudah pernah memperjuangkannya berapi-api-bertahun-tahun-berkarat-karat tetap saja tidak berubah. Melakukan pengorbanan yang sebenarnya melukai diri sendiri. Melakukan pengejaran terhadap sesuatu yang menolak untuk dikejar kembali. Bodoh. Ya aku merasa bodoh. Andai aku tidak melakukan pengejaran yang tertatih, mungkin rasa itu tidak sedalam-dan-selama ini. Mungkin rasa itu hanya-sebatas-dan-sekedar rasa.

Masalah terbesar dari semua itu adala trauma. Konyol bukan sih? Aku trauma untuk menyayangi atau bahkan sekedar suka atau menaruh sedikit harap kepada seseorang. Aku hanya tidak ingin merasakan kecewa-sakit itu lagi. Aku tidak mampu-kurasa belum. Karena trauma dan ketakutan-ketakutan dimasalalu itu, aku pun tidak mau mengartikan kebaikan seseorang berlebih. Mengartikan kebaikan itu sebuah harapan. Aku yah seperti tadi, aku takut. Takut dengan segala resiko terbutuk. Takut jika aku mengartikan kebaikan itu sebuah harapan. Bagaimana jika tiba-tiba dia pergi? Aku tahu, datang-pergi-masuk-keluar itu adalah kata-kata yang banyak dijumpai dikehidupan.

Pada intinya, aku memang masih menyayangi dia-sepenuh hati. Disisi lain, ia datang tanpa permisi dan aku mempersilahkannya masuk untuk berbagi cerita. Dan sekarang aku takut jika ia pergi tanpa permisi hanya karena perasaan sayang itu.