Aku
berbaring diteras rumah mengadah kelangit malam. Tak ada bintang. Tak ada bulan. Serasa begitu hampa. Aku kembali
memikirkan masadepanku, lima bulan lagi waktu yang cukup singkat bagiku. SMA?
Aku tak yakin bisa menamatkan ambisiku. Beasiswa? Aku tidak seperti dulu. Semua
begitu menyakitkan. Kenapa aku bisa serapuh ini? Kenapa aku kehilangan
kepercayaan diri?
“Sedang
apa, Nak?”, tanya mamah tepat dibelakangku yang membuat kaget.
“Mikir
masadepan, Mah.”, ucapku masih menatap langit yang hampa.
“Pilih
SMA mana?”
“Senja
masih bimbang. Andai Senja seperti dulu ketika papah ada. Rasanya Senja telah
putus asa.”, jawabku dan menghembuskan nafas sedikit kecewa.
“Senja,
coba kamu lihat langit itu. hampakan? Coba ibaratkan langit itu papah, lalu
bulan dan bintang itu mamah dan kamu. Resapi dan kamu akan mengerti.”, ucap
mamah mengelus rambutku dengan penuh kasih sayang.
“Saat
ini kita rapuh tak punya tempat untuk berlabuh, untuk berdiri. Bukan berarti
kita patah semangat seperti ini. Kita harus bangkit dari keterpurukan. Waktu
boleh berlalu, tetapi kita jangan hanya berlalu seperti hanyut terbawa ombak.
Mamah yakin, Senja bisa menggapai impianmu setinggi mungkin. Percaya diri,
Nak.”, lanjut mamahku bijak. “Mamah akan selalu bersamamu, disini.”, ucap
Mamahku sambil meletakkan tangannya dihati.
Mendengar
itu, hatiku semakin tak menentu. Aku mengalihkan pandanganku sejenak kepada
raut wajah mamahku. Terlalu rapuh untuk dirasakan.
“Baik,
Mah. Senja janji mulai sekarang, detik ini. Senja akan mencari tempat untuk
berlabuh. Senja sayang mamah.”, ucapku terharu kemudian bangkit memeluknya
seerat mungkin. Terasa dekapan hangat penuh kasih sayang seorang Ibu.
“Pah,
Senja janji tidak akan mengecewakan kalian berdua…orangtua Senja.”, ucapku
dalam hati.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mulai
minggu-minggu ini aku selalu disibukkan dengan belajar belajar dan belajar.
Tiada kata lelah bagiku sebelum apa yang aku targetkan tercapai. Aku
mempersiapkan diri sematang mungkin untuk menghadapi Try Out dan UN. Aku sudah
berjanji pada diri sendiri untuk bangkit dan maju dari bayang keterpurukan itu.
Alhasil, saat Try Out aku dapat mengerjakan soal demi soal dengan lancar dan
aku selalu menduduki peringkat pertama berturut-turut.
Besok
adalah hari penentu dari segala akhir kelelahanku selama ini.
“Gimana,
udah siap buat besok?”, tanya temanku tersenyum.
“SIAAAPPP
BOOSSS!!!!!!!!!!!!!”, ucapku tanpa ragu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku
memandangi kertas yang aku pegang. Airmataku mulai bercucuran deras tanpa
henti, mengalir apa adanya. Surat dari SMA yang aku impikan…..
Surat
itu berisi bahwa aku telah diterima di SMA itu tanpa test dan mendapatkan
beasiswa. Aku membacanya berulang kali. Aku mengucek-ngucek mataku. Ini benar,
ini tidak mimpi. Aku menangis bahagia sekali dengan ini. Tiba-tiba saja teman
satu kelasku mengerubungiku.
“Selamat
ya,”
“Wah,
kamu hebat ya.”
“Saya
salut sama kamu.”
“Congratulation
Senjaaa!!!!!”
Aku
hanya memasang tampang terheran-heran. “Terimakasih, teman.”
“Pengumuman
UN udah keluar!!!!!”
Mendengar
itu, aku segera bergegas keluar kelas dan tepat didepan papan. Kakiku terasa
kaku, tubuhku mematung, mataku tak berkedip, degup jantungku semakin tak
terarah. Inikah yang namanya bahagia? Aku ngucap syukur sekali atas semua ini.
Namaku SENJA MEGATARI tertera diatas dengan nilai terbaik dan rata-rata 9.95.
Aku membelalakan mata sebesar mungkin. Aku menangis sejadi-jadinya. Kebahagiaan
yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saat
perpisahan pun tiba, aku mendapat kesempatan untuk berpidato diatas mimbar.
Aku
menarik nafas panjang dan memulainya.
“Entahlah,
aku tidak tahu harus memulai darimana dulu. Aku sangat berterimakasih kepada
semuanya, terutama mamah saya yang selalu memberi saya support dan perhatian
yang membuat saya bangkit dan sadar bahwa tidak ada gunanya kita terpuruk dalam
masalalu. Berkat mamah, saya bisa berdiri dipanggung ini memegang piala ini
mengantongi keberhasilan ini. Terimakasih juga untuk papah saya yang ada dialam
sana. Saya berharap, papah disana bahagia melihat saya bangkit dan telah
menemukan tempat berlabuh. Keberhasilan ini aku persembahakan untuk mamah tercinta
dan papah saya tercinta yang berada disana, disurga. Tanpa kalian semua,
mungkin saya tidak bisa seperti ini. Pesan saya, ketika kita mempunyai impian
yang tinggi, jangan ragu untuk meraihnya. Berjuang sekuat tenaga agar impian
itu dapat kita raih dan bersinar seperti bintang. Mungkin, pidato saya ini
hanya sebagian kebahagiaan yang dapat saya ungkapkan lewat kata-kata.
Terimakasih.”
Tanpa
disangka, semua orang yang ada digedung itu bertepuk tangan untuk aku. Bahkan,
sempat ada yang meneteskan airmata. Turun dari mimbar, mamah menghampiriku dan
memelukku dengan tangisan bahagia.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Pah,
sekarang anakmu sudah besar dan sukses seperti yang kita impikan dulu. Andai
kita bisa berkumpul seperti dulu, mungkin kita lebih lengkap seperti langit
malam berkawan bulan dan bintang.”, ucap mamah sambil menaburkan mawar diatas
gundukan tanah merah.
“Terimakasih,
atas apa yang telah papah berikan kepada Senja.
Mungkin kebahagiaan Senja sekarang ini lebih sempurna ketika papah ada
disamping Senja sekarang. Ohiya, sekarang Senja udah nemuin langit malam yang
sempat hilang dihidup Senja, pah. Dia adalah Bima, pacar Senja sekarang. Dia
sangat baik dan perhatian sekali dengan Senja. Bima menjadi langit kedua
dihidup Senja. Karena, langit pertama dihidup Senja adalah papah.”, ucapku
dengan airmata yang menetes. Namun, airmata itu adalah airmata kebahagiaan yang
tak terarah dan aku yakin disurga sana papah pasti tersenyum bahagia sekali
melihat aku dan mamah telah bangkit dari keterpurukan.