Jumat, 16 November 2012

SEGALA SESUATU TELAH DIATUR.

Kenapa harus ada cinta? Jika akhirnya melukai. Kenapa harus ada perkenalan? Jika akhirnya melupakan. Kenapa harus ada pertemuan? Jika akhirnya memisahkan. Kenapa harus ada hidup? Jika akhirnya meninggalkan. Kenapa harus ada hati? Jika akhirnya sebuah perasaan terkalahkan oleh pemikiran logika. Kenapa harus ada sebuah rasa sayang? Jika akhirnya mengecewakan. Kenapa harus ada sebuah pengorbanan? Jika akhirnya tiada?

Kenapa ini semua harus terjadi dalam hidup? Hidup? Untuk? Mempertahankan sesuatu; mungkin. Hidup? Menghargai sesuatu; mungkin. Menghargai? Aku hanya tertawa layaknya iblis. Menghargai? Sudahkah kita hidup untuk menghargai sesuatu? Bahkan semua yang telah kita miliki. Kita genggam. Kita rasakan. Sudahkah? Aku rasa......belum bahkan tidak. Lalu untuk apa hidup? Mempertahankan? Bukankah kelak semuanya akan meninggalkan? Lalu untuk apa mempertahankan? Untuk bahagia? Atau apa? Percuma kita mempertahankan sesuatu yang memang sudah jelas, sudah ditakdirkan untuk tidak kita miliki. Percuma.

Sebut saja sesuatu itu sebuah rasa cinta atau sayang atau seseorang. Aku mengerti bagaimana perasaan kalian untuk mempertahankan ini. Tetapi buat apa? Buat apa kita memaksakan sesuatu untuk kita pertahankan? Untuk kita miliki selamanya? Bukankah sesuatu yang dipaksakan.....akan tidak nyaman untuk dijalani? Lalu kenapa kalian masih memaksa untuk itu? Lihatlah kedepan! Pandanglah esok! Hidup ini untuk kita nikmati. Bukan untuk mempertahankan sesuatu atau memaksakan sesuatu untuk kita miliki. Apakah kalian sadar? Dengan begitu kalian sudah menyia-nyiakan waktu hanya untuk sesuatu yang tidak untuk anda. Pasti kalian akan bertanya, "Apakah salah jika aku mempertahankan itu?". Tidak. Didunia ini tidak ada yang salah. Hanya bagaimana kita memenset pemikiran kita untuk lebih dewasa. Berpikir secara luas dan rasional. Jangan hanya berpikir untuk kebahagiaan diri sendiri. Bukan untuk semua yang ada.

Ketahuilah, bahwa hidup telah diatur oleh yang diatas. Dan aturan itu disebut takdir. Disini, didunia. Kita hanya perlu berdo'a. Meminta agar semua berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Namun jika apa yang diharapkan tidak sesuai, janganlah berhenti karena itu hanya membuang sisa umurmu saja. Berusahalah. Namun, ketika kita telah berusaha untuk mempertahankan sesuatu dan sesuatu itu tidak bisa kita pertahankan. Ambil saja segi positivenya. Mungkin sesuatu itu memang bukan untuk kita. Dan janganlah memaksakan sesuatu. Apapun yang terjadi kita harus bersyukur, karena ini hidup. Bukan begitu?

Allah telah merencakan segalanya. Kita hanya butuh berdo'a dan berusaha. Namun ketahuilah, semua ada ditangannya. Tentang apa yang harus kita perjuangkan sungguh-sungguh. Dan tentang apa yang harus kita lepaskan.

Minggu, 11 November 2012

MENJEMPUT LANGIT (end)

     Aku berbaring diteras rumah mengadah kelangit malam. Tak ada bintang. Tak ada  bulan. Serasa begitu hampa. Aku kembali memikirkan masadepanku, lima bulan lagi waktu yang cukup singkat bagiku. SMA? Aku tak yakin bisa menamatkan ambisiku. Beasiswa? Aku tidak seperti dulu. Semua begitu menyakitkan. Kenapa aku bisa serapuh ini? Kenapa aku kehilangan kepercayaan diri?
“Sedang apa, Nak?”, tanya mamah tepat dibelakangku yang membuat kaget.
“Mikir masadepan, Mah.”, ucapku masih menatap langit yang hampa.
“Pilih SMA mana?”
“Senja masih bimbang. Andai Senja seperti dulu ketika papah ada. Rasanya Senja telah putus asa.”, jawabku dan menghembuskan nafas sedikit kecewa.
“Senja, coba kamu lihat langit itu. hampakan? Coba ibaratkan langit itu papah, lalu bulan dan bintang itu mamah dan kamu. Resapi dan kamu akan mengerti.”, ucap mamah mengelus rambutku dengan penuh kasih sayang.
“Saat ini kita rapuh tak punya tempat untuk berlabuh, untuk berdiri. Bukan berarti kita patah semangat seperti ini. Kita harus bangkit dari keterpurukan. Waktu boleh berlalu, tetapi kita jangan hanya berlalu seperti hanyut terbawa ombak. Mamah yakin, Senja bisa menggapai impianmu setinggi mungkin. Percaya diri, Nak.”, lanjut mamahku bijak. “Mamah akan selalu bersamamu, disini.”, ucap Mamahku sambil meletakkan tangannya dihati.
Mendengar itu, hatiku semakin tak menentu. Aku mengalihkan pandanganku sejenak kepada raut wajah mamahku. Terlalu rapuh untuk dirasakan.
“Baik, Mah. Senja janji mulai sekarang, detik ini. Senja akan mencari tempat untuk berlabuh. Senja sayang mamah.”, ucapku terharu kemudian bangkit memeluknya seerat mungkin. Terasa dekapan hangat penuh kasih sayang seorang Ibu.
“Pah, Senja janji tidak akan mengecewakan kalian berdua…orangtua Senja.”, ucapku dalam hati.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mulai minggu-minggu ini aku selalu disibukkan dengan belajar belajar dan belajar. Tiada kata lelah bagiku sebelum apa yang aku targetkan tercapai. Aku mempersiapkan diri sematang mungkin untuk menghadapi Try Out dan UN. Aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk bangkit dan maju dari bayang keterpurukan itu. Alhasil, saat Try Out aku dapat mengerjakan soal demi soal dengan lancar dan aku selalu menduduki peringkat pertama berturut-turut.
Besok adalah hari penentu dari segala akhir kelelahanku selama ini.
“Gimana, udah siap buat besok?”, tanya temanku tersenyum.
“SIAAAPPP BOOSSS!!!!!!!!!!!!!”, ucapku tanpa ragu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku memandangi kertas yang aku pegang. Airmataku mulai bercucuran deras tanpa henti, mengalir apa adanya. Surat dari SMA yang aku impikan…..
Surat itu berisi bahwa aku telah diterima di SMA itu tanpa test dan mendapatkan beasiswa. Aku membacanya berulang kali. Aku mengucek-ngucek mataku. Ini benar, ini tidak mimpi. Aku menangis bahagia sekali dengan ini. Tiba-tiba saja teman satu kelasku mengerubungiku.
“Selamat ya,”
“Wah, kamu hebat ya.”
“Saya salut sama kamu.”
“Congratulation Senjaaa!!!!!”
Aku hanya memasang tampang terheran-heran. “Terimakasih, teman.”
“Pengumuman UN udah keluar!!!!!”
Mendengar itu, aku segera bergegas keluar kelas dan tepat didepan papan. Kakiku terasa kaku, tubuhku mematung, mataku tak berkedip, degup jantungku semakin tak terarah. Inikah yang namanya bahagia? Aku ngucap syukur sekali atas semua ini. Namaku SENJA MEGATARI tertera diatas dengan nilai terbaik dan rata-rata 9.95. Aku membelalakan mata sebesar mungkin. Aku menangis sejadi-jadinya. Kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saat perpisahan pun tiba, aku mendapat kesempatan untuk berpidato diatas mimbar.
Aku menarik nafas panjang dan memulainya.
“Entahlah, aku tidak tahu harus memulai darimana dulu. Aku sangat berterimakasih kepada semuanya, terutama mamah saya yang selalu memberi saya support dan perhatian yang membuat saya bangkit dan sadar bahwa tidak ada gunanya kita terpuruk dalam masalalu. Berkat mamah, saya bisa berdiri dipanggung ini memegang piala ini mengantongi keberhasilan ini. Terimakasih juga untuk papah saya yang ada dialam sana. Saya berharap, papah disana bahagia melihat saya bangkit dan telah menemukan tempat berlabuh. Keberhasilan ini aku persembahakan untuk mamah tercinta dan papah saya tercinta yang berada disana, disurga. Tanpa kalian semua, mungkin saya tidak bisa seperti ini. Pesan saya, ketika kita mempunyai impian yang tinggi, jangan ragu untuk meraihnya. Berjuang sekuat tenaga agar impian itu dapat kita raih dan bersinar seperti bintang. Mungkin, pidato saya ini hanya sebagian kebahagiaan yang dapat saya ungkapkan lewat kata-kata. Terimakasih.”
Tanpa disangka, semua orang yang ada digedung itu bertepuk tangan untuk aku. Bahkan, sempat ada yang meneteskan airmata. Turun dari mimbar, mamah menghampiriku dan memelukku dengan tangisan bahagia.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Pah, sekarang anakmu sudah besar dan sukses seperti yang kita impikan dulu. Andai kita bisa berkumpul seperti dulu, mungkin kita lebih lengkap seperti langit malam berkawan bulan dan bintang.”, ucap mamah sambil menaburkan mawar diatas gundukan tanah merah.
“Terimakasih, atas apa yang telah papah berikan kepada Senja.  Mungkin kebahagiaan Senja sekarang ini lebih sempurna ketika papah ada disamping Senja sekarang. Ohiya, sekarang Senja udah nemuin langit malam yang sempat hilang dihidup Senja, pah. Dia adalah Bima, pacar Senja sekarang. Dia sangat baik dan perhatian sekali dengan Senja. Bima menjadi langit kedua dihidup Senja. Karena, langit pertama dihidup Senja adalah papah.”, ucapku dengan airmata yang menetes. Namun, airmata itu adalah airmata kebahagiaan yang tak terarah dan aku yakin disurga sana papah pasti tersenyum bahagia sekali melihat aku dan mamah telah bangkit dari keterpurukan.

Sabtu, 10 November 2012

MENJEMPUT LANGIT part I

     Hujan rintik-rintik masih membasahi pekaranganku. Menciptakan susana tenang. Satu per satu air hujan jatuh perlahan. Aku menatap langit hitam itu dan tersenyum tipis.
“Senja!!Masuk rumah!!Diluar hujan!!”, teriak mamahku dari dalam rumah.
“Baiklah.”, jawabku lalu menutup pintu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku merenung berdiam disudut kamar. Menelaah apa yang sedang terjadi dalam hidupku.
Tidakkah ini tidak adil?, tanyaku dalam hati.
Hidupku indah. Bahagia. Tercukupi dan lengkap. Itu dulu…..
Sekarang? Semua berkebalikan dan aku memang harus menerimanya apapun yang terjadi. Kemudian aku meraih album foto diatas laci. Jemari kecilku membuka halaman demi halaman. Halaman pertama terpasang foto waktu kecil meringis. Halaman kedua aku tersenyum membawa es krim. Halam ketiga aku digendong dengan papahku. Halaman selanjutnya pipiku dikecup sayang papahku. Tanpa terasa airmataku mulai berjatuhan. Aku mengamati foto itu lama, merabanya dengan lembut. Ada rasa sesak didada. Ada rindu yang tak terarah.
“Dad…… I miss you so much.”, ucapku mendekap album foto itu erat.
Tok…tokk…took…
“Sayang, mamah boleh masuk?”, tanya mamah dari luar kamar.
“Iya, enggak dikunci kok.”, ucapku sembari meletakkan album foto itu.
“Belum tidur kamu?”
“Belum nganthuk, Mah.”, ucapku sambil mengusap airmata.
“Kenapa kamu nangis lagi? Masalah itu lagi?”, tanya mamah merengkuhku ke pelukannya.
“Aku sangat rindu Papah, Ma.”, ucapku lirik dan sesenggukan.
Sebelum menjawab, mamahku tersenyum simpul. “Mamah ngerti. Mamah juga rindu papah, Nak. Dulu kita selalu bersama dan sekarang kita selalu berdua. Saat ini kita hanya perlu adaptasi dengan kehidupan kita sekarang. Sudahlah sayang, itu hanya masalalu.”
“Senja kadang iri, Ma. Lihat teman Senja yang masih punya papah.”, ucapku polos.
“Senja enggak boleh iri. Disini, Senja masih ada mamah yang sayang Senja selalu. Udah malam, tidur!”, ucap mamah keluar kamar meninggalkanku sendirian dalaam rindu tak terarah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Senja! Mau lanjut SMA mana??”, tanya temanku dengan antusias.
Mendengar pertanyaan ini pikiranku jadi kacau balau. SMA? Entahlah. Semenjak kepergian papah, hidupku berubah. Dulu berkecukupan, sekarang menjadi sesederhana mungkin dan kepergian papah membuat semangat hidupku hilang separuh.
“Entahlah,Veg. Aku masih bimbang.”, jawabku berusaha menutupi kesedihan yang ada.
Kemudian Vega bertanya kepadaku dengan hati-hati. “Apakah itu masalah biaya?”
“I…iyaa. Sepertinya, aku harus mengubur dalam-dalam impianku untuk masuk SMA yang aku inginkan, Veg.”, jelasku dengan suara bergetar.
“Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, Senja. Kamu anak berprestasi. Kamu layak mendapat pendidikan lebih tinggi. Jangan putus asa!”, ucap Vega berusaha menghiburku.
“Itu dulu, Veg. aku sudah tidak sekuat dan sesempurna dulu….”, jelasku serasa tubuhku sedang dihempas angin.