Minggu, 11 November 2012

MENJEMPUT LANGIT (end)

     Aku berbaring diteras rumah mengadah kelangit malam. Tak ada bintang. Tak ada  bulan. Serasa begitu hampa. Aku kembali memikirkan masadepanku, lima bulan lagi waktu yang cukup singkat bagiku. SMA? Aku tak yakin bisa menamatkan ambisiku. Beasiswa? Aku tidak seperti dulu. Semua begitu menyakitkan. Kenapa aku bisa serapuh ini? Kenapa aku kehilangan kepercayaan diri?
“Sedang apa, Nak?”, tanya mamah tepat dibelakangku yang membuat kaget.
“Mikir masadepan, Mah.”, ucapku masih menatap langit yang hampa.
“Pilih SMA mana?”
“Senja masih bimbang. Andai Senja seperti dulu ketika papah ada. Rasanya Senja telah putus asa.”, jawabku dan menghembuskan nafas sedikit kecewa.
“Senja, coba kamu lihat langit itu. hampakan? Coba ibaratkan langit itu papah, lalu bulan dan bintang itu mamah dan kamu. Resapi dan kamu akan mengerti.”, ucap mamah mengelus rambutku dengan penuh kasih sayang.
“Saat ini kita rapuh tak punya tempat untuk berlabuh, untuk berdiri. Bukan berarti kita patah semangat seperti ini. Kita harus bangkit dari keterpurukan. Waktu boleh berlalu, tetapi kita jangan hanya berlalu seperti hanyut terbawa ombak. Mamah yakin, Senja bisa menggapai impianmu setinggi mungkin. Percaya diri, Nak.”, lanjut mamahku bijak. “Mamah akan selalu bersamamu, disini.”, ucap Mamahku sambil meletakkan tangannya dihati.
Mendengar itu, hatiku semakin tak menentu. Aku mengalihkan pandanganku sejenak kepada raut wajah mamahku. Terlalu rapuh untuk dirasakan.
“Baik, Mah. Senja janji mulai sekarang, detik ini. Senja akan mencari tempat untuk berlabuh. Senja sayang mamah.”, ucapku terharu kemudian bangkit memeluknya seerat mungkin. Terasa dekapan hangat penuh kasih sayang seorang Ibu.
“Pah, Senja janji tidak akan mengecewakan kalian berdua…orangtua Senja.”, ucapku dalam hati.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Mulai minggu-minggu ini aku selalu disibukkan dengan belajar belajar dan belajar. Tiada kata lelah bagiku sebelum apa yang aku targetkan tercapai. Aku mempersiapkan diri sematang mungkin untuk menghadapi Try Out dan UN. Aku sudah berjanji pada diri sendiri untuk bangkit dan maju dari bayang keterpurukan itu. Alhasil, saat Try Out aku dapat mengerjakan soal demi soal dengan lancar dan aku selalu menduduki peringkat pertama berturut-turut.
Besok adalah hari penentu dari segala akhir kelelahanku selama ini.
“Gimana, udah siap buat besok?”, tanya temanku tersenyum.
“SIAAAPPP BOOSSS!!!!!!!!!!!!!”, ucapku tanpa ragu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku memandangi kertas yang aku pegang. Airmataku mulai bercucuran deras tanpa henti, mengalir apa adanya. Surat dari SMA yang aku impikan…..
Surat itu berisi bahwa aku telah diterima di SMA itu tanpa test dan mendapatkan beasiswa. Aku membacanya berulang kali. Aku mengucek-ngucek mataku. Ini benar, ini tidak mimpi. Aku menangis bahagia sekali dengan ini. Tiba-tiba saja teman satu kelasku mengerubungiku.
“Selamat ya,”
“Wah, kamu hebat ya.”
“Saya salut sama kamu.”
“Congratulation Senjaaa!!!!!”
Aku hanya memasang tampang terheran-heran. “Terimakasih, teman.”
“Pengumuman UN udah keluar!!!!!”
Mendengar itu, aku segera bergegas keluar kelas dan tepat didepan papan. Kakiku terasa kaku, tubuhku mematung, mataku tak berkedip, degup jantungku semakin tak terarah. Inikah yang namanya bahagia? Aku ngucap syukur sekali atas semua ini. Namaku SENJA MEGATARI tertera diatas dengan nilai terbaik dan rata-rata 9.95. Aku membelalakan mata sebesar mungkin. Aku menangis sejadi-jadinya. Kebahagiaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Saat perpisahan pun tiba, aku mendapat kesempatan untuk berpidato diatas mimbar.
Aku menarik nafas panjang dan memulainya.
“Entahlah, aku tidak tahu harus memulai darimana dulu. Aku sangat berterimakasih kepada semuanya, terutama mamah saya yang selalu memberi saya support dan perhatian yang membuat saya bangkit dan sadar bahwa tidak ada gunanya kita terpuruk dalam masalalu. Berkat mamah, saya bisa berdiri dipanggung ini memegang piala ini mengantongi keberhasilan ini. Terimakasih juga untuk papah saya yang ada dialam sana. Saya berharap, papah disana bahagia melihat saya bangkit dan telah menemukan tempat berlabuh. Keberhasilan ini aku persembahakan untuk mamah tercinta dan papah saya tercinta yang berada disana, disurga. Tanpa kalian semua, mungkin saya tidak bisa seperti ini. Pesan saya, ketika kita mempunyai impian yang tinggi, jangan ragu untuk meraihnya. Berjuang sekuat tenaga agar impian itu dapat kita raih dan bersinar seperti bintang. Mungkin, pidato saya ini hanya sebagian kebahagiaan yang dapat saya ungkapkan lewat kata-kata. Terimakasih.”
Tanpa disangka, semua orang yang ada digedung itu bertepuk tangan untuk aku. Bahkan, sempat ada yang meneteskan airmata. Turun dari mimbar, mamah menghampiriku dan memelukku dengan tangisan bahagia.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Pah, sekarang anakmu sudah besar dan sukses seperti yang kita impikan dulu. Andai kita bisa berkumpul seperti dulu, mungkin kita lebih lengkap seperti langit malam berkawan bulan dan bintang.”, ucap mamah sambil menaburkan mawar diatas gundukan tanah merah.
“Terimakasih, atas apa yang telah papah berikan kepada Senja.  Mungkin kebahagiaan Senja sekarang ini lebih sempurna ketika papah ada disamping Senja sekarang. Ohiya, sekarang Senja udah nemuin langit malam yang sempat hilang dihidup Senja, pah. Dia adalah Bima, pacar Senja sekarang. Dia sangat baik dan perhatian sekali dengan Senja. Bima menjadi langit kedua dihidup Senja. Karena, langit pertama dihidup Senja adalah papah.”, ucapku dengan airmata yang menetes. Namun, airmata itu adalah airmata kebahagiaan yang tak terarah dan aku yakin disurga sana papah pasti tersenyum bahagia sekali melihat aku dan mamah telah bangkit dari keterpurukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar