Sabtu, 10 November 2012

MENJEMPUT LANGIT part I

     Hujan rintik-rintik masih membasahi pekaranganku. Menciptakan susana tenang. Satu per satu air hujan jatuh perlahan. Aku menatap langit hitam itu dan tersenyum tipis.
“Senja!!Masuk rumah!!Diluar hujan!!”, teriak mamahku dari dalam rumah.
“Baiklah.”, jawabku lalu menutup pintu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku merenung berdiam disudut kamar. Menelaah apa yang sedang terjadi dalam hidupku.
Tidakkah ini tidak adil?, tanyaku dalam hati.
Hidupku indah. Bahagia. Tercukupi dan lengkap. Itu dulu…..
Sekarang? Semua berkebalikan dan aku memang harus menerimanya apapun yang terjadi. Kemudian aku meraih album foto diatas laci. Jemari kecilku membuka halaman demi halaman. Halaman pertama terpasang foto waktu kecil meringis. Halaman kedua aku tersenyum membawa es krim. Halam ketiga aku digendong dengan papahku. Halaman selanjutnya pipiku dikecup sayang papahku. Tanpa terasa airmataku mulai berjatuhan. Aku mengamati foto itu lama, merabanya dengan lembut. Ada rasa sesak didada. Ada rindu yang tak terarah.
“Dad…… I miss you so much.”, ucapku mendekap album foto itu erat.
Tok…tokk…took…
“Sayang, mamah boleh masuk?”, tanya mamah dari luar kamar.
“Iya, enggak dikunci kok.”, ucapku sembari meletakkan album foto itu.
“Belum tidur kamu?”
“Belum nganthuk, Mah.”, ucapku sambil mengusap airmata.
“Kenapa kamu nangis lagi? Masalah itu lagi?”, tanya mamah merengkuhku ke pelukannya.
“Aku sangat rindu Papah, Ma.”, ucapku lirik dan sesenggukan.
Sebelum menjawab, mamahku tersenyum simpul. “Mamah ngerti. Mamah juga rindu papah, Nak. Dulu kita selalu bersama dan sekarang kita selalu berdua. Saat ini kita hanya perlu adaptasi dengan kehidupan kita sekarang. Sudahlah sayang, itu hanya masalalu.”
“Senja kadang iri, Ma. Lihat teman Senja yang masih punya papah.”, ucapku polos.
“Senja enggak boleh iri. Disini, Senja masih ada mamah yang sayang Senja selalu. Udah malam, tidur!”, ucap mamah keluar kamar meninggalkanku sendirian dalaam rindu tak terarah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Senja! Mau lanjut SMA mana??”, tanya temanku dengan antusias.
Mendengar pertanyaan ini pikiranku jadi kacau balau. SMA? Entahlah. Semenjak kepergian papah, hidupku berubah. Dulu berkecukupan, sekarang menjadi sesederhana mungkin dan kepergian papah membuat semangat hidupku hilang separuh.
“Entahlah,Veg. Aku masih bimbang.”, jawabku berusaha menutupi kesedihan yang ada.
Kemudian Vega bertanya kepadaku dengan hati-hati. “Apakah itu masalah biaya?”
“I…iyaa. Sepertinya, aku harus mengubur dalam-dalam impianku untuk masuk SMA yang aku inginkan, Veg.”, jelasku dengan suara bergetar.
“Tidak ada yang tidak mungkin didunia ini, Senja. Kamu anak berprestasi. Kamu layak mendapat pendidikan lebih tinggi. Jangan putus asa!”, ucap Vega berusaha menghiburku.
“Itu dulu, Veg. aku sudah tidak sekuat dan sesempurna dulu….”, jelasku serasa tubuhku sedang dihempas angin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar