“Senja!!Masuk
rumah!!Diluar hujan!!”, teriak mamahku dari dalam rumah.
“Baiklah.”, jawabku
lalu menutup pintu.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
Aku
merenung berdiam disudut kamar. Menelaah apa yang sedang terjadi dalam hidupku.
Tidakkah
ini tidak adil?, tanyaku dalam hati.
Hidupku
indah. Bahagia. Tercukupi dan lengkap. Itu dulu…..
Sekarang?
Semua berkebalikan dan aku memang harus menerimanya apapun yang terjadi.
Kemudian aku meraih album foto diatas laci. Jemari kecilku membuka halaman demi
halaman. Halaman pertama terpasang foto waktu kecil meringis. Halaman kedua aku
tersenyum membawa es krim. Halam ketiga aku digendong dengan papahku. Halaman
selanjutnya pipiku dikecup sayang papahku. Tanpa terasa airmataku mulai
berjatuhan. Aku mengamati foto itu lama, merabanya dengan lembut. Ada rasa
sesak didada. Ada rindu yang tak terarah.
“Dad……
I miss you so much.”, ucapku mendekap album foto itu erat.
Tok…tokk…took…
“Sayang,
mamah boleh masuk?”, tanya mamah dari luar kamar.
“Iya,
enggak dikunci kok.”, ucapku sembari meletakkan album foto itu.
“Belum
tidur kamu?”
“Belum
nganthuk, Mah.”, ucapku sambil mengusap airmata.
“Kenapa
kamu nangis lagi? Masalah itu lagi?”, tanya mamah merengkuhku ke pelukannya.
“Aku
sangat rindu Papah, Ma.”, ucapku lirik dan sesenggukan.
Sebelum
menjawab, mamahku tersenyum simpul. “Mamah ngerti. Mamah juga rindu papah, Nak.
Dulu kita selalu bersama dan sekarang kita selalu berdua. Saat ini kita hanya
perlu adaptasi dengan kehidupan kita sekarang. Sudahlah sayang, itu hanya
masalalu.”
“Senja
kadang iri, Ma. Lihat teman Senja yang masih punya papah.”, ucapku polos.
“Senja
enggak boleh iri. Disini, Senja masih ada mamah yang sayang Senja selalu. Udah
malam, tidur!”, ucap mamah keluar kamar meninggalkanku sendirian dalaam rindu
tak terarah.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------
“Senja!
Mau lanjut SMA mana??”, tanya temanku dengan antusias.
Mendengar
pertanyaan ini pikiranku jadi kacau balau. SMA? Entahlah. Semenjak kepergian
papah, hidupku berubah. Dulu berkecukupan, sekarang menjadi sesederhana mungkin
dan kepergian papah membuat semangat hidupku hilang separuh.
“Entahlah,Veg.
Aku masih bimbang.”, jawabku berusaha menutupi kesedihan yang ada.
Kemudian
Vega bertanya kepadaku dengan hati-hati. “Apakah itu masalah biaya?”
“I…iyaa.
Sepertinya, aku harus mengubur dalam-dalam impianku untuk masuk SMA yang aku
inginkan, Veg.”, jelasku dengan suara bergetar.
“Tidak
ada yang tidak mungkin didunia ini, Senja. Kamu anak berprestasi. Kamu layak
mendapat pendidikan lebih tinggi. Jangan putus asa!”, ucap Vega berusaha
menghiburku.
“Itu
dulu, Veg. aku sudah tidak sekuat dan sesempurna dulu….”, jelasku serasa
tubuhku sedang dihempas angin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar