Senin, 13 Agustus 2012

Part II -> KEMBALI SAAT TERAKHIR (END)

Beberapa hari setelah kejadian itu, aku mengurung diri dikamar. Aku menangis dari pagi hingga pagi. Mengulang kronologi demi kronologi. Inikah takdir cintaku? Haruskah sesakit ini? Haruskah seperih ini? Haruskah berakhir dengan airmata bahkan cacian maki? Apakah Rizky telah melupakan kenangan dulu? Secepat itukah?
Masih teringat jelas pertemuan terakhirku dengan Rizky, begitu menyakitkan. Kenapa hal ini harus terjadi kepadaku? Apa salahku?
Tuhan… jika memang Rizky lebih bahagia dengan gadis itu, aku rela. Namun, apakah ini balasan dari kerelaanku?
Tiga hari lagi pertunangan Rizky. Sanggupkah aku menghadirinya?
Aku menatap sebuah album foto dilaci dan aku membukanya. Linangan airmatapun bahasi seluruh pipiku. Foto ini menambah sayatan luka dihatiku. Aku melempar album foto keluar jendela. Setelah tangisku sedikit mereda, aku mengambil kunci mobil dan pergi kesebuah desa yang banyak sawahnya.
Jendela mobilku aku buka agar bisa melihat sawah yang hijau dan mungkin bisa mengurangi penatku. Kakiku mengegas pol. Serasa angin dari luar dapat masuk melalui celah jendela mobil. Aku berteriak sangat kencang dan menangis sejadi-jadinya. Tanganku mengambil handphone yang ada disampingku.
“Halo.”, jawab Rizky disana.
“Maaf jika dulu aku tak bisa membuatmu bahagia.”, ucapku dengan tangis.
“Kamu kenapa Rena? Kenapa kamu menangis?”, tanya Rizky dengan nada yang sangat khawatir.
“Aku baik-baik saja.”, jawabku berusaha tegar, namun airmataku malah menjadi-jadi.
“Rena,tolong temui aku sekarang dicafetaria seperti kemarin. Ada….
Belum sempat aku mendengar hingga selesai. Suara klakson dari depan membuatku oleng dan semuanya gelap.
--------------------------------------------------------------------
Aku membuka mata perlahan. Kepalaku terasa pusing sekali. Terdengar suara mesin berbunyi. Kenapa disini putih? Dimana aku?
“Sayang, kamu udah siuman.”, suara itu membukakan mataku.
“Mamah, dimana aku?”, tanyaku dengan suara begitu parau.
“Dirumah sakit, sayang. Tadi kamu kecelakaan.”
Mendengar kata kecelakaan, kepalaku semakin pusing.
“Kamu koma hampir satu hari, sayang.”. ucap mamahku lembut.
Sungguh, kepalaku pusing sekali. Berat sekali. Nafasku terasa berat.
“Sayang, ada yang ingin bertemu dengan kamu. Mamah keluar dulu.”
Aku menatap punggung mamahku yang semakin hilang ditelan tembok.
“Rena…”, panggil seseorang lembut. “Maafkan aku.”
Aku menoleh. “Rizky?”
“Aku salah. Aku bodoh. Aku kejam. Aku… aku… aku menyesal. Maafkan aku Ren, seharusnya aku enggak memperlakukanmu seperti itu waktu dicafetaria. Aku dibutakan seorang gadis yang pintar berkamuflase. Aku…aku sadar, cuma kamu yang cinta dan sayang aku begitu tulus. Tanpa melihat ketampanan dan kekayaanku. Aku.. aku menyesal pernah melukaimu. Maafkan aku.”, jelasnya dengan menggenggam tanganku erat.
Tuhan… kenapa kepalaku terasa berat dan pusing sekali? Bahkan nafasku….
“Pertunangan kami batal Ren. Aku sangar berharap kamu mau kembali bersamaku. Aku janji aku tak akan menyakitimu setitikpun. Aku akan membahagiakanmu lebih dari yang kamu harapkan. Aku mencintaimu, Rena.. tulus.”, tambahnya dengan mata yang berkaca-kaca.
Aku mengambil nafas dengan berat dan susah, berharap ini bukan nafas terakhirku. Tapi, aku salah. Disaat kebahagiaan datang, disitulah nafasku berakhir.
“Aku su…dah me..maafkanmu. Dan aku ju..ga men…cin…taimu tu..lus…”